Laman

Minggu, 07 Februari 2010

Teknologi Pengolahan Simplisia Hingga Menjadi Suatu Produk Farmasi

I.Simplisia
simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1.Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.
2.Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum).
3.Simplisia pelikan atau mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga.
Pada blog ini akan dibahas secara mendalam tentang simplisia tanaman obat. Simplisia tanaman termasuk dalam golongan simplisia nabati. Secara umum pemberian nama atau penyebutan simplisia didasarkan atas gabungan nama spesies diikuti dengan nama bagian tanaman. Contoh : merica dengan nama spesies Piperis albi maka nama simplisianya disebut sebgai Piperis albi Fructus. Fructus menunjukkan bagian tanaman yang artinya buah.
Adapun metoda metoda yang harus dilakukan untuk mendapatkan suatu simplisia setelah tanaman / bahan baku telah dipanen (pasca panen). Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Secara umum faktor-faktor dalam penanganan pasca panen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a.Penyortiran
Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
b.Pencucian
Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera dilakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pencucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menyebabkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat pencucian perhatikan air cucian dan air bilasannya, jika masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan.
c.Penirisan
Setelah pencucian, bahan langsung ditiriskan di rak-rak pengering. Khusus untuk bahan rimpang penjemuran dilakukan selama 4 - 6 hari. Selesai pengeringan dilakukan kembali penyortiran apabila bahan langsung digunakan dalam bentuk segar sesuai dengan permintaan.
d.Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur. Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya me-lintang (slice).
e.Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat. Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Demikian pula de-ngan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan mengguna-kan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pe-ngering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.
Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an sudah berakhir apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan dengan mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air ± 8 - 10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam pengolahan mau-pun waktu penyimpanan.
f.Penyortiran kering
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.
g.Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik. Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ; nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan.
h.Penyimpanan
Penyimpanan simplisia dapat dilakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan berventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan simplisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat mengkontaminasi simplisia tanaman obat . Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :
oGudang harus terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
oVentilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau kemungkinan masuk air hujan.
oSuhu gudang tidak melebihi 300C.
oKelembabab udara sebaiknya diusahakan serendah mungkin (650 C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.
oMasuknya sinar matahari langsung menyinari simplisia harus dicegah.
oMasuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia yang disimpan harus dicegah.
II.Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Ada 8 prinsip dasar dari ekstraksi tanaman ini :
1.Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
2.Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.
3.Soxhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
4.Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
5.Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.
6.Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10ยบ C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.
7.Ekstraksi Cair – Cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
8.Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
III.Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing masing monografi , tiap mL ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi syarat.
Ekstrak cair yang cendrung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienaptuangkan. Cairan ekstrak cair dibuat dari ekstrak yang sesuai.
IV.Parameter Ekstrak dan Metoda Penetuan Kandungan
Berdasarkan jenisnya ada 2 jenis parameter yang harus dilakukan terhadap suatu ekstrak :
1.Parameter Spesifik
2.Parameter non Spesifik
Dari parameter spesifik ada beberapa penentuan yang harus dilakukan :
TLC untuk identifikasi, penentuan kadar bahan aktif, pengujian makroskopik dan mikroskopik untuk identifikasi.
Sedangkan parameter non spesifik terdiri dari beberapa penentuan seperti :
Pemeriksaan pengotor organik dan anorganik, penentuan susut pengeringan dan kandungan air, penentuan kadar abu, penentuan serat kasar, penentuan kadar komponen terekstraksi, pemeriksaan residu pestisida.
Parameter spesifik :
-Penentuan Kadar Senyawa Aktif
Penetuan kadar senyawa aktif bisa dilakukan dengan melakukan uji organoleptis, atau melakukan uji warna dengan penambahan suatu reagen. Bisa juga dengan memberikan identitas pada ekstrak tersebut.
Uji organolpetis dilakukan dengan meliht bentuk dan warna ekstrak, lalu dirasa dan di cium aromanya. Uji yang kedua ialah dengan melihat hasil dari uji warnanya setelah penambahan suatu reagen dan melihat kecocokannya pada litelatur yang telah ada.
-Pengujian Makroskopik dan Mikroskopik untuk identifikasi
Pengujian makroskopik dilakukan dengan cara melihat bentuk dan ciri ciri khusus (klasifikasi) dari suatu ekstrak, hal ini dilakukan untuk mengetahui struktur dari ekstrak tersebut. Sedangkan uji mikroskopik dilakukan untuk melihat senyawa senyawa yang terdapat didalam ekstrak tersebut dibawah mikroskop, dengan tujuan agar diketahui kandungan zat apa saja yang terkandungnya berdasarkan bentuk dari yang ditampilkan dalam mikroskop.
Uji ini dilakukan untuk menetapkan standar dari suatu simplisia, agar ketika didapatkan suatu ekstrak yang tidak diketahui dapat diketahui jenisnya dari bentuk makroskopik maupun mikroskopik yang telah ada didalam standarnya.
Parameter non – spesifik
-Penetuan susut pengeringan dan kadar air
Susut pengeringan adalah kehilangan hasil selama proses pengeringan. Pengeringan dilakukan sesuai dengan kebiasaan setempat, seperti cara pengeringan, tempat pengeringan dan perlakuan selama pengeringan.
Rumus yang dipakai dalam perhitungannya adalah :
SK =
Keterangan :BKGb - BKGk / BKGb x 100%
SK = susut pengeringan
BKGb = berat kering sebelum pengeringan
BKGk = berat kering setelah pengeringan
Sedangkan penetuan kadar air ialah penetuan jumlah air yang masih terkandung didalam suatu ekstrak. Biasanya kadar air suatu ekstrak diboleh melebihi 10%. Biasanya metoda yang dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air ini ialah dengan metode azeotrop, yaitu dengan cara mendestilasi sample (ekstrak) dengan pelarut yang tidak akan tercampur dengan air, sehingga air dapat diserap bersama dengan pelarut dan nantinya akan dipisahkan antara air dan pelarut dalam kondensor.
-Penetuan senyawa kadar abu
Terdapat 3 jenis penentuan kadar abu :
Kadar abu total : menghitung kadar abu dengan cara pembakaran ekstrak sampai senyawa organiknya hilang lalu dihitung berat sebelum dibakar dan setelah dibakar. Kadar abu total digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya suatu proses pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan penetuan nilai zat berkhasiat dalam ekstrak.
Kadar abu tidak larut asam: dilakukan dengan cara melarutkan abu dalam asam klorida 10%. Setelah diaduk kemudian dipanaskan lalu disaring dengan kertas saring lalu dihitung jumlah abu yang tidak larut dalam asamnya.
Kadar abu larut air: dilakukan dengan cara melarutkan abu ke dalam aquadest kemudian disaring. Filtrat kemudiaan dikeringkan dan ditimbang residuya. Abu yang terlarut dalam air ini biasanya digunakan sebagai indeks kandungan.
-Penentuan Kadar komponen yang terkestraksi
Biasanya ui ini dilakukan dengan kromatografi gas. Tujuan dari uji ini untuk melihat senyaw senyawa apa saja yang ikut terekstraksi. Bila terdapat senyawa senyawa yang tidak seharusnya maka ekstrak tersebut masih memiliki pengotor. Jadi uji ini digunakan untuk menjamin tidak ada senyawa senyawa yang lain yang ada didalam ekstrak tersebut selain yang ingin di ekstrak.
-Pemeriksaan residu pestisida
Untuk melihat kandungan sisa pestisida yang mungkin saja terkandung atau terkontaminasi atau dengan tidak sengaja tertambahkan kedalam simplisia dan ikut terekstrak. Uji ini dilakukan untuk mengetahui sekaligus menjamin keamanan dari ekstrak tersebut dari pestisida.
V.Formulasi Bahan Obat Alam
Formulasi bahan obat alam adalah suatu sediaan berkhasiat yang masih berupa sediaan ekstrak dan belum diolah menjadi suatu produk obat. Formulasi bahan obat ini berbeda dengan suatu senyawa kimia obat murni, karena formulasi ini berbentuk ekstrak yang dibuat dari salah satu bagian tanaman dan mengandung berbagai senyawa didalamnya.
Formulasi bahan obat alam ini harus diolah dengan teknologi untuk menjadi suatu sediaan obat. Tujuannya adalah agar memudahkan konsumen dalam mengkonsumsi ekstrak tersebut dan juga menjaga agar ekstrak tersebut berada dalam suatu sediaan yang stabil dan tidak mudah rusak kandungan berkhasiatnya.
Formulasi bahan obat alam ini dapat dibuat menjadi sediaan padat seperti kapsul atau tablet. Pada umumnya ekstrak yang digunakan bersifat higroskopis maka itu di dalam sediaan kapsul harus dibuat dalam kapsul gelatin lunak. Sifat higroskopis ini juga harus diperhatikan dalam pembuatan tablet, karena bila suhu ruangan tidak dijaga / kelembaban meningkat air akan masuk kedalam ekstrak dan dapat merusak isi dari tablet tersebut maka itu kelembaban dari ekstrak kering tersebut harus dibatasi sampai 5% saja.
Sediaan padat ini sangat menguntungkan karena tidak dapat menimbulkan penguraian, hidrolisis, oksidasi, polimerasi dsb. Sediaan ini bisa saja rusak bila konsentrasi zat aktifnya rendah, atau tidak menggunakan zat pengikat yang baik, tidak terdapat larutan cair didalamnya sehingga harus selalu dihitung aktifitas airnya (aw).
Formulasi bahan obat alam ini juga dapat dibuat dalam sediaan cair, biasanya dibuat dengan menggunakan sediaan ekstrak cair, kental, kering dan tingtur sebagai bahan bakunya dan produknya berupa sirup, drop atau suspensi. Masalah yang sering ditemui pada sediaan ini adalah adanya endapan yang muncul setelah beberapa saat setelah dilarutkan.
Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan cara membuatnya sama dengan saat membuat ekstraknya, dengan jumlah pelarut yang sama pada saat melakukan ekstraksi. Lalu perubahan pH harus diperhatikan dan menambahkan co-solvent untuk menstabilkan sediaan. Untuk menghindari terjadinya kerusakan juga dapat dilakukan juga dengan melakukan uji organoleptis (bentuk, warna, bau, rasa). Dan juga harus ditambahkan senyawa alkohol untuk menajaga agar sediaan cair ini tidak ditumbuhi mikroba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar